me

me

Senin, 07 April 2014

IBU HAMIL DENGAN PENYAKIT PARU



IBU HAMIL DENGAN PENYAKIT PARU

Kehamilan tidak banyak memberikan pengaruh terhadap cepatnya perjalanan penyakit ini, banyak penderita tidak mengeluh sama sekali. Keluhan yang sering ditemukan adalah batuk-batuk yang lama, badan terasa lemah, nafsu makan berkurang, BB menurun, kadang-kadang ada batuk darah, dan sakit di dada. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan adanya ronkhi basal, suara caverne atau pleural effusion. Penyakit ini mungkin bentuknya aktif atau kronik, dan mungkin pula tertutup atau terbuka.
      Pada penderita yang dicurigai menderita TBC Paru sebaiknya dilakukan pemeriksaan tuberkulosa tes kulit dengan PPD (puirified protein derivate) 5u, bila hasil positif dilanjutkan dengan pemeriksaan foto dada. Perlu diperhatikan dan dilindungi janin dari pengaruh sinar X, pada penderita TBC Paru aktif perlu dilakukan pemeriksaan sputum BTA untuk membuat diagnosis secara pasti sekaligus untuk tes kepekaan / uji sensitivitas. Pada janin dengan ibu TBC Paru jarang dijumpai TBC congenital, janin baru tertular penyakit setelah lahir, karena dirawat atau disusui ibunya.

Tuberkulosis paru
Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon.
      Penyakit ini perlu diperhatikan dalam kehamilan, karena penyakit ini masih merupakan penyakit rakyat; sehingga sering kita jumpai dalam kehamilan. TBC paru ini dapat menimbulkan masalah pada wanita itu sendiri, bayinya dan masyarakat sekitarnya.
Kehamilan tidak banyak memberikan pengaruh terhadap cepatnya perjalanan penyakit ini, banyak penderita tidak mengeluh sama sekali. Keluhan yang sering ditemukan adalah batuk-batuk yang lama, badan terasa lemah, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, kadang-kadang ada batuk darah, dan sakit sekitar dada.  
       Pada penderita yang dicurigai menderita TBC paru sebaiknya dilakukan pemeriksaan tuberkulosa tes kulit dengan PPD (purified protein derivate) 5u dan bila hasilnya positif diteruskan dengan pemeriksaan foto dada. Perlu diperhatikan dan dilindungi janin dari pengaruh sinar X. Pada penderita dengan TBC paru aktif perlu dilakukan pemeriksaan sputum, untuk membuat dianosis secara pasti sekaligus untuk tes kepekaan. Pengaruh TBC paru pada ibu yang sedang hamil bila diobati dengan baik tidak berbeda dengan wanita tidak hamil. Pada janin jarang dijumpai TBC kongenital, janin baru tertular penyakit setelah lahir, karena dirawat atau disusui oleh ibunya.

Etiologi
a.       Sebagaimana telah diketahui, TBC paru disebabkan oleh basil TB (Mycobacterium tuberculosis humanis).
b.      M. tuberculosis termasuk familie Mycobacteriaceae yang mempunyai berbagai genus, satu di antaranya adalah Mycobacterium, yang salah satu speciesnya adalah M. tuberculosis.
c.       M. tuberculosis yang paling berbahaya bagi manusia adalah type humanis (kemungkinan infeksi type bovinus saat ini diabaikan, setelah higiene peternakan makin ditingkatkan).
d.      Basil TB mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam, sifat ini dimanfaatkan oleh Robert Koch untuk mewarnai secara khusus. Oleh karena itu, kuman ini disebut pula Basil Tahan Asam (BTA).
e.       Basil TB sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga dalam beberapa menit saja akan mati. Ternyata kerentanan ini terutama terhadap gelombang cahaya ultraviolet. Basil TB A      Aaajuga rentan terhadap panas-basah, sehingga dalam 2 menit saja basil TB yang berada dalam lingkungan basah sudah akan mati bila terkena air bersuhu 1000 C. basil TB juga akan terbunuh dalam beberapa menit bila terkena alkohol 70%, atau lisol 5%.

Patofisiologi
Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga tempat yaitu saluran pernafasan, saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara (airbone) yang cara penularannya dengan droplet yang mengandung kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya.
      Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah ada basil TBC-nya, sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-mana. Kuman terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di paru-paru.
      Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah bening atau pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar getah bening dan menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada organ tubuh yang lain. Basil tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil.
      Dengan adanya basil yang mencapai ruang alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, maka hal ini bisa membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya leukosit pada hari hari pertama ini di gantikan oleh makrofag. Pada alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut.
      Basil ini juga dapat menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional, sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang dan yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit, proses tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila terjadi lesi primer paru yang biasanya disebut focus ghon dan bergabungnya serangan Kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami pencampuran ini juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian selain paru-paru ataupun basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
       Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak lepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Batuk darah (hemaptoe) adalah batuk darah yang terjadi karena penyumbatan trakea dan saluran nafas sehingga timbul sufokal yang sering fatal. Ini terjadi pada batuk darah masif yaitu 600-1000cc/24 jam. Batuk darah pada penderita TB paru disebabkan oleh terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kapitas.

Diagnosis
a.       Diagnosis kadang-kadang tidak mudah karena ibu hamil tampak sehat, terutama dalam proses penyakit tenang.
b.      Dalam anamnesa ibu mengatakan pernah berobat atau sedang berobat penyakit paru.
c.       Keluhan dan gejala : batuk menahun, hemaptoe, kurus kering.
d.      Pemeriksaan fisis-fisiologis pada paru-paru dijumpai adanya kelainan bunyi nafas.
e.       Foto rongent paru-paru.
f.       Uji Mantoux.

Penatalaksanaan
Penyakit ini akan sembuh dengan baik bila pengobatan yang diberikan dipatuhi oleh penderita, berikan penjelasan dan pendidikan kepada pasien bahwa penyakitnya bersifat kronik sehingga diperlukan pengobatan yang lama dan teratur. Ajarkan untuk menutup mulut dan hidungnya bila batuk, bersin dan tertawa.  Sebagian besar obat anti TBC aman untuk wanita hamil, kecuali streptomisin yang bersifat ototoksik bagi janin dan harus diganti dengan etambutol, pasien hamil dengan TBC Paru yang tidak aktif tidak perlu mendapat pengobatan. Sedangkan pada yang aktif dianjurkan untuk menggunakan dua macam obat atau lebih untuk mencegah timbulnya resistensi kuman, dan isoniazid (INH) selalu diikutkan karena paling aman untuk kehamilan, efektifitasnya tinggi dan harganya lebih murah.
1.      Dalam kehamilan :
a)      Ibu hamil dengan proses aktif hendaknya jangan dicampurkan dengan wanita hamil lainnya pada pemeriksaan antenatal.
b)      Untuk diagnosa pasti dan pengobatan selalu bekerjasama dengan ahli paru.
c)      Obat-obatan : INH, PAS, Streptomisin.
d)     TB. Paru tidak merupakan indikasi untuk abortus buatan dan terminasi kehamilan.

2.      Dalam persalinan :
a)      Bila proses tenang, persalinan akan berjalan seperti biasa, tidak perlu dilakukan apa-apa.
b)      Bila proses aktif, kala I dan II diusahakan seringan mungkin, pada kala I berikan obat-obat penenang dan analgetika dosis rendah. Kala II diperpendek dengan ekstraksi vakum / forcep.
c)      Kalau ada indikasi obstetrik untuk SC, dilakukan bekerjasama dengan ahli anastesi untuk memperoleh anastesi mana yang terbaik.

3.      Dalam masa nifas :
a)      Usahakan jangan terjadi perdarahan yang banyak, berikan uterus tonika dan koagulasia.
b)      Cegah terjadinya infeksi tambahan dengan memberikan antibiotika yang cukup.
c)      Bila ada anemia sebaiknya berikan transfusi darah agar daya tahan ibu lebih kuat terhadap infeksi sekunder.
d)     Anjurkan ibu segera memakai kontrasepsi atau kalau anak sudah cukup untuk tubektomi.

Data Fokus :
Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :
a.       Inspeksi : Adanya tanda-tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napasyang tertinggal, suara napas melemah (Purnawan Junadi dkk, 1982).
b.      Palpasi : Fremitus suara meningkat (Alsogaff, 1995).
c.       Perkusi: Suara ketok redup. (Soeparman, 1998).
d.      Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan   yang nyaring (Purnawan. J. dkk, 1982. Soeparman, 1998).
      Sistem kordiovaskuler
      Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 yang mengeras (Soeparman, 1998).
 Pemeriksaan Radiologi
Tuberkulosis paru mempunyai gambaran patologis, manifestasi dini berupa suatu koplek kelenjar getah bening parenkim dan lesi resi TB biasanya terdapat di apeks dan segmen posterior lobus atas paru-paru atau pada segmen superior lobus bawah (Soeparman. 1998).
Pemeriksaan laboratorium
®    Darah  :  Adanya kurang darah, ada sel-sel darah putih yang meningkatkan serta laju endap darah meningkat terjadi pada proses aktif (Alsogaff, 1995).
®    Sputum :  Ditemukan adanya Basil Tahan Asam (BTA) pada sputum yang terdapat pada penderita tuberkulosis paru yang biasanya diambil pada pagi hari (Soeparman dkk, 1998. Barbara. T. Long, 1996)

Referensi :     
Danusastro, Halim. 2000. “Buku Saku Ilmu Penyakit Paru”. Hipokrates : Jakarta.
Mochtar, Rustam. 1998. ”Sinopsis Obstetri : obstetri fisiologi, obstetri patologi”. EGC : Jakarta.
Mansjoer, Arif., et all. (1999). “Kapita Selekta Kedokteran”. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius

SIPENMARU POLTEKKES SURABAYA 2014-2015. Jalur PMDP.

Ini llink buat SIPENMARU POLTEKKES SURABAYA
http://poltekkesdepkes-sby.ac.id/pengumuman-seleksi-penerimaan-mahasiswa-baru-jalur-pmdp-poltekkes-kemenkes-surabaya-tahun-2014

ada 7 Jurusan dengan 13 Program Studi.
- jurusan Kebidanan
- jurusan keperawatan
- jurusan analis kesehatan
- jurusan keperawatan gigi
- jurusan teknik elektromedik
- jurusan kesehatan lingkungan
- jurusan gizi





Analisis Gender mata kuliah askeb komunitas

Kerangka Analisis Perencanaan Gender (Gender Planning Frameworks)
Jonatan A. Lassa


Sudah banyak kritik bahwa gender planning dalam kerja-kerja rekonstruksi di Aceh merupakan hal yang mendapatkan perhatian kurang. Kritik ini tidak selalu ditanggapi secara serius karena memang sudah banyak lembaga mencoba untuk melakukan pengarus utamaan gender dalam level proyek dan program mereka, berdasarkan gender analisis versi tiap lembaga. Di samping itu, ada ratusan alat gender analisis dan gender planning. Mana yang terbaik?

Tentu pula, sudah banyak training berjudul “gender training” level dasar yang diberikan dari dan untuk pegiat kemanusian terutama LSM/NGOs/CSOs. Namun tidak banyak training bagaimana melakukan pengarusutamaan gender dalam proyek dan program. Langkah pertama pengarus utamaan gender adalah gender analisis (WHO, 2002: 2). Bukan hal yang mudah bila sebuah lembaga atau staf pekerja kemanusiaan untuk rekonstruksi tidak memiliki alat analisis gender planning yang baik. Oleh karena itu, ringkasan alat analisis gender ini ditulis secara sederhana dalam bahasa Indonesia dan ditujukan lebih pada para perencana proyek dan program pada level komunitas (mikro), maupun makro.

Kerangka analisis perencanaan gender atau disingkat kerangka analisis gender merupakan upaya untuk menerjemahkan ide-ide dari analisis gender yang “akademis” serta “konseptual” ke dalam kerja-kerja dan panduan untuk para praktisi LSM, pekerja-pekerja pembangunan, relief dan dalam konteks Aceh saat ini adalah perencanaan rekonstruksi Aceh.  

Kerangka-kerangka ini digunakan untuk memperkenalkan secara singkat konsep gender bagi mereka yang ‘awam’ dengan issu perempuan/gender dalam pembangunan, dengan menekankan bahwa gender adalah isu pembangunan dan bahwa pembangunan tidak bebas nilai sehingga potensial menindas gender tertentu. Tidak dimaksudkan untuk terjebak dalam berpikir secara “mengisi matrix” semata dan terkotak-kotak, tetapi memberikan dasar-dasar analisis gender.

Di samping itu, kegunaan lain adalah bisa dijadikan dasar kebijakan gender (gender policy) pada institusi-institusi seperti masyarakat sipil, LSM, CBOs, NGOs, BRA, pemerintahan dan sebagainya. Umumnya, kerangka analisis gender yang berbeda digunakan untuk saling melengkapi demi menjawabi kebutuhan kebijakan lembaga dan pembangunan kembali masyarakat Aceh.

Ada banyak model yang sering digunakan tetapi yang akan diperkenalkan di sini adalah 4 jenis alat analisis yang berbeda satu sama lain, yakni Kerangka Harvard, Moser, Longway dan Kerangka Relasi Sosialnya Naila Kabeer.[3]

Tujuan utama paper singkat ini adalah utuk memperlengkapi,teman-teman di Aceh, tentunya tidak tertutup bagi mitra-mitra Hivos, supaya bersama-sama memiliki pemahaman gender secara umum dalam kerja-kerja mereka. Tidak ada tendensi di sini untuk mengatakan mana yang paling benar, tetapi diharapkan pengguna (users) bisa memilih sendiri alat analisis yang disajikan berikut, lebih cocok dalam kerja-kerja mereka. Walaupun, preferensi Penulis adalah pada model yang dikembangkan Longwe dan Kabeer.

I.                   Harvard Framework (Kerangka Harvard).

Kerangka analisis gender Harvard lebih concern dengan membuat pembagian kerja gender (division of labour), peran dalam pengambilan keputusan, tingkat control atas sumberdaya yang kelihatan. 

Sebagai konsep dan alat, ini dibutuhkan data detail bagi perencanaan gender. Implikasi perencanaan program terhadap gender perempuan adalah diperlukan analisis yang menutupi bolong (gaps) pada level beban kerja, pengambilan keputusan dsb antara perempuan dan laki-laki.

Tiga data set utama yang diperlukan:
  1. Siapa melakukan apa, kapan, di mana, dan berapa banyak alokasi waktu yang diperlukan? Hal ini dikenal sebagai “Profil Aktifitas”.
  2. Siapa yang memiliki akses dan kontrol (seperti pembuatan kebijakan) atas sumber daya tertentu? Hal ini kerap dikenal dengan “Profil Akses dan Kontrol” Siapa yang memeliki akses dan kontrol atas “benefit” seperti produksi pangan, uang dsb?
  3. Faktor yang mempengaruhi perbedaan dalam pembagian kerja berbasis gender, serta akses dan kontrol yang ada pada “profil aktifitas” dan “profil akses dan kontrol”.

Tujuan dari alat analisis ini adalah:
  • Membedah alokasi sumberdaya ekonomis terhadap laki-laki dan perempuan
  • Membantu perencana proyek untuk lebih efisien dan meningkatan produtifitas secara keseluruhan

 Tabel 1. Alat Profil Aktifitas
Aktifitas
Perempuan
Laki-laki
Aktifitas produksi
·         Pertanian
·         Livelihood
·         Pekerjaan
·         Peternakan
·         Perikanan
·         Dsb


Aktifitas reproduksi
·         Mengambil air
·         Pemenuhan energi KK
·         Penyiapan makanan
·         Menjaga anak
·         Kesehatan
·         Membersihkan rumah
·         Memperbaiki rumah
·         Belanja/jual di/ke Pasar



Catatan: Parameter lainnya perlu juga dilihat namun bergantung dari konteks:
·         Gender dan dominasi umur: indetifikasi yang lebih jelas soal perempuan dewasa, laki-laki dewasa, anak-anak, dan/atau orang tua yang melakukan aktifitas tertentu
·         Alokasi waktu: perlu dihitung prosentasi alokasi waktu untuk tiap aktifitas dan apakah dilakukan secara harian atau kadang-kadang?
·         Lokus aktifitas: perlu dilihat secara jeli di mana suatu kegiatan dilakukan supaya bisa melihat peta mobilitas penduduk.

Tabel 2. Profil Akses dan Kontrol atas sumber daya dan benefit

Akses
Kontrol
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Sumber daya
·         Tanah
·         Alat produksi
·         Tenaga kerja
·         Cash/uang
·         Pendidikan
·         Pelatihan
·         Tabungan
·         Dll




Benefit
·         Aset kepemilikan
·         Non pendapatan
·         Kebutuhan dasar
·         Pendidikan
·         Kekuasaan politis
·         dll










Tabel 3. Faktor saling pengaruh antara “profil aktifitas” dan “profil akses dan kontrol”.
Faktor Pengaruh
Hambatan (constraints)
Kesempatan (opportunities)
Norma-norma dan hierarki sosial


Faktor demografi


Struktur kelembagaan


Faktor ekonomi


Faktor politik


Parameter hukum


Training


Sikap komunitas terhadap pihak luar spt LSM?


Dll



Kekuatan/keutamaan dari Kerangka Harvard:
·         Praktis dan mudah digunakan khususnya pada analisis mikro yakni level komunitas dan keluarga
·         Berguna untuk baseline informasi yang detail
·         Fokus pada hal-hal yang kasat mata, fakta objektif, fokus pada perbedaan gender dan bukan pada kesenjangan
·         Gampang dikomunikasikan pada pemula/awam


Keterbatasan:
·         Tidak ada fokus pada dinamika relasi kuasa dan kesenjangan (inequality)
·         Tidak efektif untuk sumberdaya yang tidak kasat mata seperti jaringan sosial dan sosial kapital
·         Terlalu menyederhanakan relasi gender yang kompleks, kehilangan aspek negosiasi, tawar-menawar dan pembagian peran.


II.                Kerangka Moser (The Gender Roles Framework)

Dikenal juga sebagai “the University College-London Department of Planning Unit (DPU) Framework”. Secara singkat, kerangka ini menawarkan pembedaan antara kebutuhan praktis dan strategis dalam perencanaan pemberdayaan komunitas dan berfokus pada beban kerja perempuan. Uniknya, ia tidak berfokus pada kelembaggan tertentu tetapi lebih berfokus pada rumah tangga.

Tiga konsep utama dari kerangka ini adalah:
  1. Peran lipat tiga (triple roles) perempuan pada tiga aras: kerja reproduksi, kerja produktif dan kerja komunitas. Ini berguna untuk pemetaan pembagian kerja gender dan alokasi kerja
  2. Berupaya untuk membedakan antara kebutuhan yang bersifat praktis dan strategis bagi perempuan dan laki-laki. Kebutuhan strategis berelasi dengan kebutuhan transformasi status dan posisi perempuan (spt subordinasi).
  3. Pendekatan analisis kebijakan – dari fokus pada kesejahteraan (welfare), Kesamaan (equity), anti kemiskinan, effisiensi dan pemberdayaan atau dari WID ke GAD.

Tabel 4: Tiga alat utama Kerangka Moser
Alat 1: Peran lipat tiga (triple roles) Perempuan
A. Kerja reproduksi perempuan

B. Kerja Produktif

C. Kerja komunitas
Alat 2: Gender need assessment
A. Kebutuhan/kepentingan praktis

B. Kebutuhan/kepentingan strategis
Alat 3: Gender Disaggregated data  - intra-household

Siapa mengotrol apa dan siapa yang memiliki kekuasaan atas pengambilan keputusan?

Kekuatan/Keutamaan Kerangka Moser:
·         Mampu melihat kesenjangan perempuan dan laki-laki
·         Penekanan pada seluruh aspek kerja di mana membuat peranan ganda perempuan terlihat
·         Menekankan dan mempertanyakan asumsi dibalik proyek-2 intervensi
·         Penekanan pada perbedaan antara memenuhi kebutuhan dasar-praktis dengan kebutuhan strategis

Keterbatasan/Kelemahan Kerangka Moser:
·         Fokus pada perempuan dan laki-laki dan tidak pada relasi sosial
·         Tidak menekanakan aspek lain dari kesenjangan spt akses atas sumber daya
·         Jika ditanyakan, perempuan akan mengidentifikasikan kebutuhan praktisnya. Menemukan ukuran-2 kebutuhan strategis sulit. Perubahan strategis adalah sebuah proses yang kompleks dan kontradiktif. Dalam prakteknya, sesuatu yang praktis dan strategis berkaitan erat.
·         Pendekatan kebijakan yang berbeda-2 bercampur dalam prakteknya
·         Kerja secara efektif lebih berfungsi sebagai alat analisis intervensi ketimbang perencanaan.


Table 5. Perkembangan Pendekatan Kebijakan Gender (dari Moser 1989)
Pendekatan kebijakan
Tujuan
Implementasi
Asumsi
Kesejahteraan (Welfare) 1950-1970, masih digunakan
Melibatkan perempuan dalam kegiatan pembangunan semata-mata sebagai “ibu yang lebih baik” dan ibu rumah tangga
Proyek-2 kesejahteraan social focus pada bantuan pangan, nutrisi spt. Ketrampilan masak yang lebih tinggi, dan proyek-2 KB
-Perempuan dilihat sebagai penyebab ketertinggalan
-peran pasif perempuan dalam penelitian pertanian, SDA dan pembangunan
-Tidak ada kaitan antara perempuan, gender dan isu strategis spt nutrisi, kesehatan dan pangan
Kesamaan (Equity)
1975-1985, sangat dipromosikan pada konferensi perempuan I
-upaya mensejajarkan perempuan dalam pembangunan
-mempromosikan perempuan sebagai peserta aktif dalam pembangunan
-menjawab masalah subordinasi perempuan dalam pembangunan
Asalinya dikenal dengan istilah ”Perempuan dalam pembangunan – WID/Women in Development” yang dipromosikan pada permulaan dekade Perempuan PBB dan ”Nairobi Forward Looking Strategies”
-pengakuan atas ”triple roles” perempuan dalam pembangunan pada ranah rumah tangga, ekonomi dan komunitas
-pengakuan bahwa perempuan memiliki hak-hak dasar tapi juga kebutuhan strategis
-penelitian pertanian dan SDA mulai mengakui peran lipat tiga dan kebutuhan strategis perempuan dalam pembangunan
-perempuan mulai dilihat sebagai korban pembangunan
Anti Kemiskinan
1970an
-untuk meningkatakan produktifitas perempuan miskin
-pengentasan kemiskinan melalui peningkatan produksi
Proyek-2 WID berubah fokus pada proyek-2 income generating  (IGA) skala kecil, proyek-2 kerajinan tangan adalah tipikal “proyek perempuan”
-Prioritas utama pada kerentanan dan marginalisasi ekonomi perempuan
-penelitian-2 pertanian dan pembangunan mulai konsentrasi pada IGA perempuan tapi belum melihat kepentingan strategis perempuan
Effisiensi
1980an
-mengentaskan kemiskinan dengan meningkatkan efisiensi dalam penelitian dan pembangunan
-meningkatkan partisipasi perempuan dalam penelitian dan pembangunan
-Proyek-2 WID berfokus pada proyek-2 sektoral seperti perempuan dan kehutanan, perempuan dan perikanan dsb.
-proyek-2 pembangunan masih berkutat pada pemenuhan kebutuhan dasar perempuan
-beberapa proyek mulai mengadopsi perspektif gender ketimbang berbicara semata tentang perempuan
-Perempuan diakui produktif dalam pertanian dan management SDA.
-perempuan dilihat sebagai solusi terhadap pembangunan; waktu mereka dilihat sebagai elastis
-relasi gender sebagai relasi kuasa belum dikenali
-Pengarusutamaan isu perempuan dan gender dalam pembangunan untuk efisiensi sumber daya proyek
Pemberdayaan
Akhir 1980an
-pemberdayaan perempuan melalui hak yang lebih besar untuk menentukan nasip sendiri
-sub-ordinasi sebagai akibat dari penindasan laki-2 tapi juga sistim yang meninda laki-2 terlebih perempuan
Gender dan pembangunan (GAD-gender and development) berfokus pada kebutuhan dasar dan strategis dan kerap dipisahkan.
-pengakuan bahwa walaupun fokus pada peran perempuan adalah penting, namun relasi dengan laki-2 dan seluruh sistim politik dan ekonomi adalah sangat penting
-Perempuan sebagai agen pembangunan dan agenda kolektif perempuan adalah penting
-Perlu dikaji ulang penelitian dan pembangunan


III.             Longwe Framework – Kerangka Kerja ”Pemberdayaan”

Kerangka Longwe berfokus langsung pada penciptaan situasi/pengkondisian di mana masalah kesenjangan, diskriminasi dan subordinasi diselesaikan. Longwe menciptakan jalan untuk mencapai tingkat pemberdayaan dan kesederajatan (equality) di mana ditunjukan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar-praktis perempuan tidak pernah sama dengan, pemberdayaan maupun sederajat (equal). Pengambilan keputusan (kontrol) merupakan puncak dari pemberdayaan dan kesederajatan (equality). Table 4 memberikan gambaran jelas mengenai hal ini.

Dalam assessment proyek, kerangka Longwe bisa diturunkan menjadi dua alat:

1.      Level kesederajatan (Equality level)
Tujuan utama alat ini adalah untuk menilai apakah sebuah proyek/program intervensi pembangunan mampu mempromosikan kesederajatan dan pemberdayaan perempuan atau tidak.

Asumsi dasar dibalik alat ini adalah bahwa titik tercapainya kesederajatan (equality) antara perempuan dan laki-laki mengindikasikan level pemberdayaan perempuan. Ada lima level dalam aras kesederajatan dan pemberdayaan yang perlu dicermati:

Bentuk ini, menurut saya, seolah mengikuti alur pikirnya Abraham Maslow tentang teori hierarki of human needs, dengan meletakan kebutuhan dasar-praktikal pada titik yang paling bawah dan kebutuhan ”aktualisasi diri” sebagai kebutuhan tertinggi diterjemahkan sebagai ”kontrol dan decision making”. Tentunya, ilustrasi ini memiliki kelemahan dan terkesan dipaksakan.

Tabel 6. Level kesederajatan dan pemberdayaan


Equality
Pemberdayaan
Perempuan
Laki-laki
perempuan
Laki-laki
Kontrol (decision Making)














Partisipasi

Kesadaran Kritis (conscienticicao)
Akses

Welfare (kebutuhan dasar-praktis)

Anak panah di atas menunjukan arah peningkatan menuju pemberdayaan dan equality.

2.      Isu Spesifik Perempuan – dengan tujuan pada pengenalan akan kebutuhan spesifik perempuan.
Asumsi utamanya adalah bahwa semua isu perempuan berkaitan dengan equality dalm peran sosial dan ekonomis. Tiga level pengenalan atas isu perempuan di dalam proyek adalah NEGATIF, NETRAL & POSITIF.


IV.             Kerangka Analisis ”Relasi Sosial”
Kerangka “relasi social” ini awalnya dikemukakan oleh Naila Kabeer yang sebelumnya adalah pengajar pada Institute of Development Studies, Sussex, UK. (Lihat Reversed Realities: Gender Hierarchies in Development, Verso, 1994).
Tujuan dari kerangka ini adalah untuk:
·         Menganalisis ketimpangan gender yang ada di dalam distribusi sumber daya, tanggung jawab dan kekuasaan.
·         Menganalisis relasi antara orang, relasi mereka dengan sumber daya, aktifitas dan bagaimana posisi mereka melailui lensa kelembagaan.
·         Menekankan kesejahteraan manusia (human well-being) sebagai tujuan utama dalam pembangunan 
Kerangka ini didasarkan pad aide bahwa tujuan pembangunan adalah pada kesejahteraan manusia (human well-being), yang terdiri atas survival, security dan otonomi. Produksi dilihat bukan hanya relasinya terhadap pasar, tetapi juga reproduksi tenaga kerja, kegiatan subsistent, dan kepedulian lingkungan hidup.
Kemiskinan dilihat sebagai relasi social yang tidak seimbang, yang dihasilkan oleh ketidak seimbangan distrubusi sumber daya, klaim, dan tanggun jawab.  Relasi gender adalah salah satu tipe relasi social. Relasi social bukanlah sesuatu yang kaku dan kekal. Mereka dapat dan berubah melalui faktor-faktor seperti perubahan makro atau agen manusia. Relasi social termasuk sumber daya yang dimiliki orang. Perempuan miskin kerap dikeluarkan dari akses dan kempemilikan atas sumber daya dan bergantung pada hubungan patron dan ketergantungan. Pembangunan dapat menolong si miskin untuk membangun solidaritas, reciprocity and otomomi dalam akses terhadap sumber daya
Kelembagaaan menjamin produksi, memperkuat dan reproduksi relasi social, dank arena itu perbedaan social dan kesenjangan. Ketimpangan gender di reproduksi bukan hanay di level KK, tapi melalui sekelompok kelembaggaan termasuk komunitas internasional, negara dan pasar. Kelembagaan didefinisikan sebagai kerangka yang nyata atas aturan main organsasi sebagai bentuk structural khusus
Oleh karena itu analisis gender mengandung pengertian atau pemahaman untuk melihat pada bagaimana kelembagaan menciptakan dan mereproduksi ketidak seimbangan dan ketimpangan. Ada empat ranah kelembaggan utama yakni negara, pasar, komunitas dan keluarga.
 

Table 7. Ranah Kelembagaan
Ranah Kelembagaan
Bentuk organisasi/struktur
Negara
Lembaga hukum, administrasi, militer, GAM dsb
Pasar
Perusaan, tukang kredit, industri pertanian, multi nasionanl dsb.,
Komunitas
Lembaga nonformal gampong, organisasi desa, PKK, jaringan informal, relasi patron-client, NGOs, panglima Laot dsb.
Keluarga-kekerabatan
Rumah tangga, garis keturunan, keluarga household, extended families, lineage groupings
Lima dimensi relasi social kelembagaan yang relevan dengan gender analisis:
  • Aturan (Rules), atau bagaimana aturan main yang terjadi; apakah memperkuat atau menghambat? Aturan tertulis atau tidak (informal)
  • Aktifitas (Activities), yakni siapa melakukan apa, siapa mendapatkan apa, siapa berhak mengklaim atas apa. Aktifitas bisa saja yang bersifat produktif, regulative, dan distributive. 
  • Sumber daya, yakni yang yang digunakan, apa yang diproduksikan, termasuk input sdm (tenaga kerja, pendidikan),  material (pangan, capital aset, dan sebagainya), ataupun yang tidak kelihatan seperti kehendak baik, informasi dan jaringan. 
  • Orang (People), yakni siapa yang terlibat, siapa yang pergi, siapa melakukan apa? Kelembagaan relative selektif dalam masukan atau mengeluarkan orang, menugaskan mereka pada sumber daya dan tanggung jawab, memposisikan mereka dalam hierarkis dsb.
  • Kekuatan (Power), yakni siapa mengontrol, memutuskan dan kepentingan siapa yang dilayani. 
Analisis kelembagaan ini menyingkapkan beta gender dan berbagai jenis kesenjangan/ketimpangan diproduksi dan direproduksi ulang.

Naila Kabeer mengkalsifikasikan kebijakan pembangunan sebagai berikut:
Gender-blind (Buta gender)
  • Tidak membedakan perbedaan perempuan dan laki-laki 
  • Terjebak ‘built in” 
  • Cenderung mengeluarkan perempuan 
Sadar gender (Gender-aware)
  • Mengenali perbedaan antara prioritas dan kebutuhan perempuan dan laki-laki 



Tabel 8. Kebijakan sensitive gender ada tiga jenis: 
gender-neutral
·      dalam terang perbedaan gender, targeting layanan kebutuhan praktis perempuan  dan laki-laki
·      Bekerja dalam kondisi yang ada untuk pembagian kerja atas sumber daya dan tanggung jawab berbasi gender 
gender-specific
·      dalam terang perbedaan gender, merespon kebutuhan praktis perempuan dan laki-laki secara spesifik
·      Bekerja dalam kondisi yang ada untuk pembagian kerja atas sumber daya dan tanggung jawab berbasis gender 
gender redistributive
·      Dimaksudkan untuk transformasi relasi gender yang ada untuk menciptakan keseimbagan relasi. 
·      Menargetkan secara spesifik perempuan dan laki-laki
·      Bekerja untuk kebutuhan praktis gender secara transformative
·      Bekerja untuk kebutuhan strategis gender 

Kerangka analisisi relasi social menekankan pada akar masalah ketimpangan gender dengan memetakan secara jelas apa sebab langsung (immediate), faktor kontributif (underlying) dan yang bersifat structural.
Lihat table 7.

Table 7.
 
Analisis Akar Masalah Gender – Pada Berbagai Aras

Dampak jangka panjang

Dampak jangka menengah (Intermediate)/underlying causes

Dampak Langsung (Immediate)

Masalah Utama

Dampak Langsung  di level:
·         Rumah tangga
·         Komunitas
·         Pasar
·         Negara

Dampak jangka menengah (Intermediate)/underlying causes
·         Rumah tangga
·         Komunitas
·         Pasar
·         Negara

·         Rumah tangga
·         Komunitas
·         Pasar
·         Negara




Kekuatan:
  • Melihat kemiskinan bukan semata sebagai deprivasi material tetapi pada marginalisasi social
  • Mengkonsepkan gender sebagai pusat dari pembangunan dan bukan terpisah
  • Menghubungkan analisis makro dan mikro.   
  • Membuat interaksi antara berbagai bentuk kesenjangan berbasis kelas, gender dan ras
  • Memusatkan analisis pada kelembangaan dan memberikan inspirasi pada aspek politik kelembagaan.  
  • Dinamis karena berupaya membongkar proses-proses pemiskinan dan pemberdayaan
  • Bisa digunakan pada proyek level ataupun perencanaan kebijakan pada berbagai level.
Kelemahan
·                     Karena lebih kompleks, analisis gender jadi bisa tenggelam dalam konteks yang lebih luas.
V. Selected Referensi
WHO (2002) Gender Gender analysis in health: A Review of Selected Tools.
March, Smuth and Mukhopahyay (1999) A Guide to Gender Analysis Frameworks, Oxford: Oxfam. 2.
March C. (1996) A Tool Kit: Concepts and Frameworks for Gender Analysis and Planning. Oxford, oxfam uk/Ireland, 1996.
Miller C. and Razavi S (1998) Gender Analysis: Alternative Paradigms. UNDP Website http://www.undp.org/gender

Kabeer, N. (1994) Reversed Realities: Gender Hierarchies in Development 1994

Sumber-sumber di Internet:

Eldis


Bridge

Genie

Siyanda

UNDP

ILO

DFID GEM




[1] Paper ini ditujukan tidak terbatas pada mitra-mitra Hivos, tetapi bagi semua pihak yang merasa membutuhkan untuk mengarusutamakan Gender dalam perencanaan proyek-proyek rehabilitasi di Aceh. Paper ini  disarikan dari berbagai sumber-sumber berbahasa Inggris yang dipakai Penulis yakni: 1. March, Smuth and Mukhopahyay (1999) A Guide to Gender Analysis Frameworks, Oxford: Oxfam. 2. March C. A Tool Kit: Concepts and Frameworks for Gender Analysis and Planning. Oxford, oxfam uk/Ireland, 1996. 3. Bahan Kulian Gender & Rural Livelihood, Fall Term 2004, The University of East Anglia, UK.
[2] Saat ini bekerja sebagai Coordinator Program, HIVOS.
[3] Untuk mengetahui lebih jauh,